Tomoyo Douduoji

Kamis, 04 November 2010

JURNAL EKOLOGI HEWAN

FAKTOR FISIKA KIMIA TERHADAP KEBERADAAN ORGANISME PADA VEGETASI NIPAH (Nypa Fruticans) PERAIRAN LAUT KAKAP KUBURAYA, KALIMANTAN BARAT

Eny Purwaningsih, Ika Kartika, Nurlaili, T. Adri Abi, Zulvira Rosa
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan           
Universitas TanjungPura  
 Jln. A. Yani, Pontianak, Kalimantan Barat 78124.

Abstrak
Wilayah perairan laut Indonesia merupakan dua pertiga bagian dari wilayah Nusantara mengandung berbagai kekayaan alami, termasuk kekayaan sumberdaya hayati (flora dan fauna). Penelitian ini mengenai faktor  fisika kimia yang dilakukan di Perairan Laut  Kakap, Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat pada tanggal 9 Januari 2010, dimana tujuannya untuk mengetahui keberadaan organisme hewan pada vegetasi Nipah (Nypa fruticans).  Penelitian ini dilakukan dengan metode transek yang menggunakan lima stasiun. Hasil pengukuran suhu (air, udara, tanah) berkisar antara 28°C - 30.75°C, pH 6.46 - 7.7, Salinitas 0,36 - 0.54 0/000, oksigen terlarut 2.26 - 2.46 ppm, kecerahan air 5 cm - 20 cm, kecepatan arus 18 cm/s - 46.67 cm/s, dan intensitas cahaya 11 Lux - 33 Lux. Kesemua hasil pengukuran tersebut masih berada dalam ambang batas kehidupan organisme. Didapatkan hasil bahwa keanekaragaman Bentos sedang melimpah, Fitoplankton cukup tinggi, Periphyton sedang dan Zooplankton rendah.
Kata kunci     : Faktor fisika kimia, Keanekaragaman hayati

                                                                   Abstract       
Region territorial water go out to sea Indonesia represent two-third the part of pregnant Nusantara region various natural properties, including properties of recource involve ( fauna and flora). This research hitting chemical physics factor which conducted] in Territorial Water Go Out To Sea Kakap, Great Sub-Province Citadel of Kalimantan West on 9 January 2010, where its target to know existence of animal organism at Nipah vegetasi ( Nypa Fruticans). This Research is conducted with transek method using five station. Result of measurement of temperature (water, air, land ground) ranging from 28°C - 30.75°C,           pH 6.46 - 7.7, Salinitas 0,36 - 0.54 0/000, dissolve oxygen 2.26 - 2.46 ppm, brightness irrigate 5 cm - 20 cm, speed of current 18 cm / s - 46.67 cm / s, and light intensity 11 Lux - 33 Lux. All the result of the measurement still stay in boundary sill life of organism. Got by result of that Bentos variety is abundance, High Fitoplankton enough, Periphyton is and low Zooplankton.
Keyword : Chemical Factor Physics, Variety involve.



Pendahuluan
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah yang unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Ekosistem hutan mangrove adalah salah satu daerah yang produktifitasnya tinggi karena ada serasah dan terjadi dekomposisi serasah sehingga terdapat detritus. Hutan mangrove memberikan kontribusi besar terhadap detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota yang hidup di perairan sekitarnya (Suwondo, dkk. 2006).
Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai subtropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob.
Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove (Anonim. 2009).
Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptilia dan mamalia.  Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut.  Fauna darat, misalnya kera ekor panjang (Macaca sp), Biawak (Varanus salvator), berbagai jenis burung, dan lain-lain.  Sedangkan fauna laut didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae.  Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura.
Kehidupan di air dijumpai tidak hanya pada badan air tetapi juga pada dasar air yang padat. Di dasar air, jumlah kehidupan sangat terbatas, karena ketersediaan nutrien juga terbatas. Oleh karena itu hewan yang hidup di air dalam hanyalah hewan-hewan yang mampu hidup dengan jumlah dan jenis nutrien juga terbatas, sekaligus bersifat bartoleran.
Kondisi perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya, akan tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya.
Dalam rangka pengelolaan sumber daya hayati perairan laut, pemahaman terhadap faktor-faktor fisik laut (cahaya, suhu, salinitas, arus dan pasang surut) dan pengaruhnya terhadap perkembangan biota laut merupakan suatu kebutuhan yang mutlak.
 Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang terdapat di hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran air laut dan air tawar dari sungai atau Drainase yang berasal dari muara sungai, teluk, rawa pasang surut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya.
Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Komunitas tumbuhannya antara lain tumbuhan lamun (sea grass), algae makro (sea weeds) yang tumbuh di dasar perairan, algae mikro yang hidup sebagai plankton nabati atau hidup melekat pada daun lamun.
Tumbuhan Nipah (Nypa fruticans) merupakan salah satu kekayaan Flora, yang tumbuh pada lingkungan mangrove, terutama pada tepi sungai atau muara. Nipah diketahui sebagai satu-satunya anggota dari keluarga Palmae yang tumbuh pada ekosistem mangrove. Keberadaan Nipah seringkali dianggap sebagai tumbuhan liar dan tidak bermanfaat dan cenderung diabaikan. Sejatinya hutan Nipah merupakan kawasan subur, sebagai penyangga ekosistem daerah sekitarnya. Kawasan yang berhutan Nipah juga sangat menentukan populasi biota laut (nursery ground dan feeding ground) (Anonim. 2009).
Bentuk estuaria bervariasi dan sangat bergantung pada besar kecilnya air sungai, kisaran pasang surut, dan bentuk garis pantai. Kebanyakan estuaria didominasi subtrat lumpur yang berasal dari endapan yang dibawa oleh air tawar maupun air laut.
Untuk mengetahui apakah terdapat suatu keseimbangan antara faktor biologi dan habitatnya, yaitu organisme dengan faktor-faktor fisika kimia di suatu perairan, diperlukan pengetahuan tentang ukuran dari faktor-faktor tersebut secara kualitatif dan kuantitatif. Beberapa faktor lingkungan penentu perairan dipengaruhi pengelolaan dan kelangsungan hidup, berkembang biak, pertumbuhan atau reproduksi organisme akuatik dapat dilihat dari sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Sifat fisika meliputi suhu, kecerahan, kedalaman, muatan tersuspensi. Sifat kimia meliputi Ph oksigen terlarut, dan karbondioksida bebas (Fauzi, 2009).
1.      Sifat Fisika Perairan
a.       Kecerahan
Kecerahan suatu perairan menentuan sejauh mana cahaya matahari dapat menembus suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintesis dapat berlangsung sempurna.
Kecerahan yang mendukung adalah apabila keping seichi disk mencapai 20-40 cm dari permukaan. (Chakroff dalam Syukur, 2002).
b.      Kuat Arus
Arus adalah pergerakan massa air secara horizontal yang disebabkan oleh angin yang bertiup terus menerus dipermukaan dan perbedaan densitas air (Sidjabat, 1976).
Menurut Hadikusumah (1988) menyatakan sistem arus atau pola sirkulasi merupakan salah satu aspek dinamika air yang sangat penting karena berpengaruh terhadap lingkungan disekitarnya. Misalnya terdapat sebaran biologi, kimia, polusi, dan sedimen.

c.       Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengaturan seluruh proses kehidupan dan penyebaran organisme, dan proses metabolisme tejadi hanya dalam kisaran tertentu. Di laut suhu berpengaruh secara langsung pada laju proses fotosintesis dan proses fisiologi hewan (derajat metabolisme dan siklus reproduksi) yang selanjutnya berpengaruh terhadap cara makan dan pertumbuhannya.
Perbedaan penerimaan radiasi matahari setiap wilayah menyebabkan perbedaan suhu, terkait dengan perbedaan letak geografis lintang. Selain panas matahari, faktor lain yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah arus permukaan, keadaan awan, upwelling, divergensi dan konvergensi terutama sekitar estuaria sepanjang garis pantai.

2.      Sifat Kimia Perairan
a.  pH
Derajat keasaman (pH) perairan mempengaruhi daya tahan organisme, di mana p yang rendah akan menyebabkan penyerapan oksigen oleh organisme akan terganggu (pennak, 1973). Novotny dan Olem, 1994 (dalam Effendi, 2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokomia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Sedangkan menurut Haslam, 1995 (dalam Effendi, 2003) menambahkan bahwa pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertolerensi terhadap pH rendah.
Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas Lakmus (Litmus) atau suatu indikator (kertas indikator pH).

b.      DO (Dissolved Oxygen)
Kelarutan oksigen dalam air tergantung dari suhu air. Kelarutan oksigen dalam air akan berkurang dari 14,74 mg/l pada suhu 0 °C menjadi 7,03 m/l pada suhu 35 °C. dengan kenaikkan suhu air terjadi pula penurunan kelarutan oksigen yang disertai dengan naiknya kecepatan pernapasan organisme perairan, sehingga sering menyebabkan terjadinya kenaikkan kebutuhan oksigen yang disertai dengan turunnya kelarutan gas-gas lain di dalam air.
Peningkatan suhu sebesar   1°C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10. Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol.
c.       Salinitas
Variasi salinitas di daerah estuaria menentukan kehidupan organisme laut/payau. Hewan-hewan yang hidup di perairan payau (salinitas 0,5-30o/oo), hipersaline (salinitas 40-80o/oo) atau air garam (salinitas>80o/oo), biasanya mempunyai toleransi terhadap kisaran salinitas yang lebih besar dibandingkan dengan organisme yang hidup di air laut atau air tawar.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Salinitas diukur menggunakan refraktometer (Anonim, 2005).

Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar daripada laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang datang (pada saat pasang-naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang substratnya terekspos (Kinne, 1964).
Suhu dan salinitas merupakan parameter-parameter fisika yang penting untuk kehidupan organisme di perairan laut dan payau. Parameter ini sangat spesifik di perairan estuaria. Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.


Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di Perairan Laut  Kakap, Kabupaten Kubu Raya pada tanggal 9 Januari 2010. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tali rafia, meteran, keping secchi (kecerahan air), botol film (sampel air), kertas label, termometer (suhu), pH meter (pH air), soil tester (pH tanah), DO meter (oksigen terlarut), luxmeter (intensitas cahaya), gabus (kuat arus), refraktometer (salinitas), stopwatch, tisu, dan ember.
Penelitian ini dilakukan dengan metode transek dengan menggunakan lima stasiun dengan luas 1 meter x 1 meter., dengan jarak 10 meter ke darat dan 10 meter ke air. Pengukuran yang dilakukan antara lain suhu udara, air, dan tanah; pH air dan tanah; intensitas cahaya; oksigen terlarut; salinitas; serta kuat arus air. Pengukuran tersebut dilakukan disetiap stasiun dengan tiga kali pengulangan.








Hasil Pengamatan
Stasiun
Ulangan
SUHU (°C)
Intensitas Cahaya (Lux)
O2 Terlarut (DO)
pH Air
pH Tanah
Kecerahan Air (CM)
Salinitas
(0/000)
Kuat Arus Air


Udara
Air
Tanah
Waktu
Jam


1
1
30
28
32
12
2.8
7.5
6.8
20
0.4
43
9.08

2
29
28
33
11
2.2
7.7
6.8
20
0.4
60
9.11

3
29
28
30
11
1.8
7.6
6.6
20
0.4
37
9.12

RATA-RATA
29.34
28
31.67
11.34
2.26
7.6
6.74
20
0.4
46.67


2
1
25
28
31
11
2.4
7.5
6.7
20
0.5
31
9.23

2
29
29
33
11
2.7
7.4
6.8
20
0.6
36
9.25

3
30
28
33
11
2.3
7.5
6.9
20
0.5
34
9.28

RATA-RATA
28
28.34
32.34
11
2.46
7.46
6.8
20
0.54
33.67


3
1
37
29
33
11
2.4
7.7
6.8
18
0.4
21
10.18

2
38
30
32
12
2.4
7.7
6.7
18
0.4
15
10.19

3
35
29
30
13
2.6
7.7
6.6
18
0.4
18
10.2

RATA-RATA
36. 67
29.34
31.67
12
2.46
7.7
6.7
18
0.4
18


4
1
29
29
36
17
2.3
7.7
6.6
15
0.4
22
10.51

2
30
29
35
16
2.9
7.7
6.2
15
0.4
19
10.52

3
29
30
31
18
2.2
7.7
6.6
15
0.3
21
10.54

RATA-RATA
29.34
29.34
34
17
2.46
7.7
6.46
15
0.36
20.67


5
1
27
30
36
34
2.3
7.7
6.7
16
0.4
20
11.32

2
32
29
31
34
2.5
7.7
6.7
16
0.4
18
11.35

3
32
29
30
34
2.1
7.7
6.6
16
0.4
19
11.41

RATA-RATA
30.75
29.34
32.34
34
2.3
7.7
6.67
16
0.4
19



Pembahasan

Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia vegetasi Nypa fruticans pada ekosistem mangrove disaat penelitian disajikan pada tabel hasil pengamatan.
Hasil pengukuran suhu, baik udara, air, maupun tanah pada vegetasi Nypa fruticans perairan Kakap berkisar antara 28°C-30.75°C, dengan suhu tertinggi terdapat pada stasiun V yaitu 32.34°C dan suhu terendah terdapat pada stasiun II yaitu 28°C. Kondisi ini menggambarkan bahwa vegetasi tersebut masih normal dalam mendukung kehidupan hewan-hewan perairan, karena sesuai dengan suhu
yang dijumpai di lapisan permukaan laut yang normal.
Suhu di permukaan laut yang normal berkisar antara 25,6°C – 32.3°C, sedangkan menurut laporan Kementerian KLH, suhu yang umum dijumpai di perairan laut Indonesia berkisar antara 27°C - 32°C. Suhu ini juga masih sesuai untuk kehidupan biota laut (ikan dan
sebagainya) (Edward dan Z. Tarigan. 2003).
Menurut Siagian (2001), suhu yang tepat untuk kehidupan hewan perairan berkisar antara 25°C-33°C.
Derajat keasaman (pH), baik air maupun tanah akan mempengaruhi daya tahan organisme dan reaksi enzimatik. Hasil pengukuran pH pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 6.46-7.7. Kondisi ini menunjukkan bahwa vegetasi Nypa fruticans pada ekosistem mangrove di perairan Kakap masih mendukung kehidupan hewan perairan.
Selanjutnya Moss dalam Ardi (1999) menyatakan bahwa hewan perairan, misalnya Gastropoda umumnya banyak dijumpai pada daerah yang pHnya lebih dari 7.
Salinitas berkisar antara 0,36-0.54 0/000, dengan salinitas tertinggi pada stasiun II. Kisaran salinitas ini masih mendukung kehidupan hewan perairan. Di perairan Kakap ini, salinitasnya sangat rendah karena terjadi pengenceran pada air laut oleh aliran sungai salinitas, dimana perairan tempat penelitian yang dilakukan itu berada ditengah antara kawasan laut dan muara sungai, sehingga salinitasnya sangat rendah.
Perairan estuari atau daerah sekitar kuala dapat mempengaruhi struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji, 1986).

Hasil pengukuran oksigen terlarut pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 2.26-2.46 ppm. Kandungan oksigen terlarut tertinggi pada stasiun II, III, dan IV yaitu 2.46 ppm dan terendah pada stasiun I yaitu 2.26 ppm. Kondisi ini tidak terlalu mendukung kehidupan hewan, karena batas minimal kadar oksigen terlarut bagi organisme di perairan adalah 4 ppm, selebihnya tergantung ketahanan organisme, keaktifan, kehadiran pencemaran dan suhu air (Suwondo, dkk. 2006).
Menurut Sutamihardja, kadar oksigen di permukaan laut yang normal berkisar antara 5,7 – 8,5 ppm (4,0 – 6,0 ml/l).  Pada umumnya kandungan oksigen sebesar 5 ppm dengan suhu air berkisar antara 20°C-30°C relatif masih baik untuk kehidupan ikan-ikan. Bahkan apabila dalam perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat toksik (tidak tercemar), kandungan oksigen sebesar 2 ppm sudah cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan. Dan untuk kadar oksigen di perairan laut yang tercemar ringan di lapisan permukaan adalah 5 ppm. Dengan demikian, jika dilihat dari kadar oksigen terlarutnya dapat
dikatakan bahwa perairan ini relatif belum tercemar oleh senyawa-senyawa organis.
            Nilai kecerahan air berkisar antara    15 cm - 20 cm. Nilai ini masih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian KLH, yakni > 3 m untuk berbagai kepentingan. Nilai kecerahan di perairan Kakap dimana hewan-hewan dapat hidup dengan baik adalah tampak dasar.
Kecepatan arus di perairan ini berkisar antara 18 cm/s - 46.67 cm/s. Karang memerlukan aliran arus yang cukup kuat, agar dapat membersihkan dirinya dari sedimentasi atau materi-materi yang menumpuk di atasnya. Dengan demikian kecepatan arus di perairan Kakap ini relatif kuat mengingat perairan ini merupakan Laut Natuna. Arus ini sangat penting bagi beberapa jenis hewan perairan yang hidupnya dipengaruhi oleh arus air, misalnya Plankton.
Pergerakan air dapat terjadi oleh pengaruh dari angin, perbedaan suhu, perbedaan berat jenis dan gravitasi. Gerakan-gerakan air dapat mengakibatkan sirkulasi panas, zat-zat terlarut dan organisme-organisme di perairan.
Derajat keasaman (pH) berpengaruh pada setiap kehidupan organisme, namun setiap organisme mempunyai batas toleransi yang bervariasi terhadap pH perairan. Toleransi masing-masing jenis terhadap pH juga sangat dipengaruhi faktor lain, seperti suhu dan oksigen terlarut. Apabila suhu di perairan tinggi maka oksigen terlarut menjadi rendah. Hal ini akan mengganggu pernafasan dan pengaturan kecepatan metabolisme hewan.
Kenaikan pH pada perairan akan menurunkan konsentrasi CO2 terutama pada siang hari ketika proses fotosintesis sedang berlangsung. Dengan adanya aktivitas fotosintesis, maka kadar oksigen terlarut (DO) meningkat di perairan (Edward dan Z. Tarigan. 2003).
Intensitas cahaya berkisar antara 11 Lux – 33 Lux, dimana intensitas cahaya tertinggi pada stasiun V dan terendah pada stasiun II. Hal ini terjadi disebabkan pada proses pengukuran dilakukan dari pagi hari yang dimulai dari stasiun I, sehingga pada stasiun V intensitas cahayanya sangat tinggi.
Intensitas cahaya di perairan Kakap ini terbilang mencukupi, karena cahaya yang diterima oleh vegetasi Nypa fruticans tercukupi, dimana disekitar vegetasi tersebut tidak ada tumbuhan lain yang menutupi vegetasi Nypa fruticans tersebut.
Jika dikaitkan dengan data penelitian tentang keanekaragaman hayati yang diperoleh, keanekaragaman Bentos yaitu sedang melimpah, Fitoplankton cukup tinggi, Periphyton sedang, dan Zooplankton rendah. Hal ini sesuai dengan data fisika kimia yang diperoleh, dimana faktor-faktor tersebut masih mendukung kehidupan organisme di perairan Kakap tersebut.
    
Kesimpulan

            Dari hasil analisis data fisika kimia di Perairan Laut Kakap Kuburaya, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
ü Suhu udara, air, dan tanah masih berada dalam ambang batas suhu normal organisme hidup.
ü Intensitas cahaya sangat mencukupi kebutuhan hidup hewan perairan.
ü Kecepatan arus, kecerahan air, da salinitas yang rendah masih mendukung kehidupan hewan perairan.
ü pH air dan tanah yang berada dekat dengan pH normal masih sangat mendukung kehidupan hewan perairan.
ü Didapatkan hasil bahwa keanekaragaman Bentos sedang melimpah, Fitoplankton cukup tinggi, Periphyton sedang dan Zooplankton rendah.

Ucapan Terima Kasih

            Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
ü Bapak Afandi, S. Pd (Dosen Pengampu Mata Kuliah Ekologi Hewan)
ü    Ibu Kurnia Ningsih, M. Pd (Ka. Prodi Pendidikan Biologi)
ü Dosen Pendidikan Biologi
ü Salim, S. Pd dan Adi Pasah Kahar (asisten praktikum Ekologi Hewan),
ü Muhammad Rijaludin, Nurul Asikin, Rodias Darwis, Dian Indra Lesmana, dan Yohanes Andri (asisten pendamping praktikum lapangan Ekologi Hewan)
ü Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP UNTAN
ü Laboratorium Biologi FMIPA UNTAN
ü Laboratorium Analisis Lingkungan FAPERTA UNTAN
ü Mahasiswa-mahasiswi Pendidikan Biologi angkatan 2007

Daftar Pustaka

Anonim, 2005. Faktor Fisika Kimia.(http://lets-belajar.blogspot.com/2007/08/faktor-fisika-kimia-air.html Diakses 22 Januari 2010
Anonim. 2009. Ekosistem Mangrove. (http://shantybio.transdigit.com/?Biology_Ecology:Ekosistem_Mangrove) Diakses 22 Januari 2010
Ardi. 1999. Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Batang Arau. Tesis Universitas Andalas. Padang (tidak diterbitkan) Diakses 22 Januari 2010
Edward dan Z. Tarigan. 2003. Pemantauan Kondisi Hidrologi Di Perairan Raha P. Muna Sulawesi Tenggara Dalam Kaitannya Dengan Kondisi Terumbu Karang. Makara, Sains, Vol. 7, No. 2 Diakses 22 Januari 2010


Fauzi, Ilham. 2009. Limnologi. http://iptek – akdinbemfaperi. Blogspot.com/ Diakses 12 Januari 2010
Handayani, Sri & P. Patria Mufti. 2005. Komunitas Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng, Cilegon, Banten. Makara Sains Vol. 9, No. 2, November 2005 : 75-80 Diakses 22 Januari 2010
Kementerian Negara KLH, Keputusan Menteri No. Kep-02/MNKLH/I/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku
Mutu Lingkungan, Kementrian Negara KLH, Jakarta, 1988.

Siagian. 2001. Penuntun Praktikum Perikanan. Fakultas
Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru.

Suwondo, dkk. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda Pada Hutan Mangrove di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawa Sumatera Barat. Jurnal Biogenesis Vol. 2(1):25-29 © Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau

1 komentar:

  1. Top BetMGM Casino No Deposit Bonus Codes
    No 문경 출장안마 Deposit Bonuses 부천 출장샵 — At 태백 출장안마 NoDepositCasino.ag we showcase 100's of free bonuses 안성 출장마사지 and bonuses from top 나주 출장샵 casinos, with our no deposit bonus codes for our loyal

    BalasHapus